Minggu, 09 Oktober 2011

pengertian sedimentasi dan banjir


 LOKASI RAWAN  BANJIR DI JAKARTA

JAKARTA PUSAT
41.
Pesing
1.
Matraman Dalam
42.
Krendang, Duri Utara
2.
Kalipasir Kwitang
43.
Jelambar
3.
Bunderan HI, Kebon Kacang, Teluk Betung
44.
Tomang Rawa Kepa
4.
Pejompongan/AL
45.
Jati Pulo
5.
Jatipinggir
46.
Pinangsia
6.
Mangga Dua
47.
Mangga Besar
7.
Karang Anyar
48.
Tanjung Duren
8.
Serdang
49.
Grogol
9.
Gunung Sahari
50
Sukabumi Utara
10.
Cempaka Putih
51.
Kelapa Dua

52.
Duri Kepa
JAKARTA UTARA

11.
Kapuk Kamal
JAKARTA SELATAN
12.
Kapuk Kamal Sediatmo
53.
IKPN
13.
Pantai Indah Kapuk
54.
Pondok Pinang
14.
Kapuk Muara, Teluk Gong, Muara Angke
55.
Cireundeu Permai
15.
Pluit
56.
Kebalen, Mampang Prapatan
16.
Pademangan Barat
57.
Tegal Parang
17.
Pademangan Timur
58.
Petogogan
18.
Sunter Agung
59.
Pondok Karya
19.
Sunter Jaya
60.
Damai Jaya
20.
Lagoa Buntu
61.
Pulo Raya
21.
Kebon Bawang
62.
Setiabudi Barat
22.
Warakas
63.
Bukit Duri, Kebayoran Baru, Bidara Cina,
Kampung Melayu
23.
Sungai Bambu
64.
Pengadegan, Kalibata, Rawa Jati, Gang Arus
24.
Papanggo
65.
Cipulir, Ciledug Raya
25.
Yos Sudarso

26.
Sunter Timur, Kodamar
JAKARTA TIMUR
27.
Perum Walikota Jakarta Utara
66.
ASMI, Perintis
28.
Kelapa Gading
67.
Pulo Mas
29.
Rawa Badak, Tugu, Lagoa
68.
Pulo Nangka
30.
Tugu Utara
69.
Rawa Bunga
31.
Semper
70.
Kebon Nanas
32.
Dewa Ruci, Dewa Kembar
71.
Cipinang Jaya
33.
Rorotan/Babek ABRI
72.
Cipinang Indah, Cipinang Muara,
Cipinang Melayu

73.
Malaka Selatan, Pondok Kelapa
JAKARTA BARAT
74.
Buluh Perindu, Tegal Amba
34.
Rawa Buaya
75.
Halim Perdanakusuma
35.
Duri Kosambi
76.
Kramat Jati
36.
Tegal Alur
77.
Kampung Rambutan, Ciracas, Cibubur
37.
Kapuk Kedang/Poglar
78.
Ujung Menteng
38.
Cengkareng

39.
Kembangan Green Garden

40.
Meruya

Banjir Jakarta 2007
Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.
Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.
Banjir 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007. Banjir akibat luapan sungai Citarum yang terjadi awal Februari 2007 telah menggenangi 17.000 hektar sawah di Kabupaten

Penyebab dan Solusi Banjir di Jakarta

Banjir yang melanda Jakarta umumnya disebabkan oleh banjir kiriman dari Bogor atau hujan lokal yang sangat deras dengan waktu lama antara 1-3 hari. Ada pun banjir karena pasang laut boleh dikata agak jarang dan hanya melanda kawasan tertentu di pesisir (Jakarta Utara seperti Rawa Buaya) jika ada tanggul yang jebol. Boleh di kata kawasan banjir Cawang, Kampung Melayu, bahkan jalan tol Cengkareng terlepas dari banjir pasang laut karena posisinya yang lebih tinggi dari permukaan laut.
Banjir karena pasang laut hanya bisa dihindari dengan pengadaan tanggul yang kuat dan menyeluruh tanpa celah sedikit pun bagi air laut masuk ke darat. Meliputi pesisir pantai dan juga pinggiran sungai yang posisinya masih di bawah permukaan laut.
Ada pun banjir karena hujan, jika aliran sungai mengalir lancar dan drainase (kanal buatan) mengalir dengan baik hingga ke laut bisa dicegah. Tapi ini artinya air tawar yang berharga sia-sia terbuang ke laut. Akan lebih baik lagi pemerintah memperdalam sungai, membuat bendungan atau mengambil alih situ/danau yang ada untuk menampung kelebihan air hujan tersebut.
Banjir pada tanggal 1 Februari 2008 yang menggenangi jalan Jenderal Thamrin hingga 1 meter sebenarnya menunjukkan adanya perbaikan kelancaran aliran air dibanding banjir pada bulan Februari 2007 yang menenggelamkan daerah Cawang dan Kampung Melayu antara 3-4 meter. Kenapa? Karena Cawang dan Kampung Melayu posisinya berada di hulu atau lebih tinggi ketimbang jalan Thamrin.
Pada Februari 2007, wilayah hulu ini tenggelam sementara jalan Thamrin kering karena pintu air Manggarai baik yang menuju Banjir Kanal Barat mau pun ke masjid Istiqlal ditutup. Baru setelah Sutiyoso dan Jubir Presiden ribut masalah pembukaan pintu Air Manggarai dan pintunya dibuka, maka banjir di Cawang dan Kampung Melayu surut, sementara Monas dan Istana Negara tenggelam hingga 1 meter. Dua foto yang saya muat di mana Kali Ciliwung di Jatinegara yang merupakan hulu airnya begitu dalam sementara Kali Ciliwung di Matraman yang merupakan hilir justru lebih dangkal hingga dasarnya kelihatan menunjukkan tidak lancarnya pengaturan air di Pintu Air Manggarai.
Pada banjir 2008 ini pintu Air Manggarai yang menuju Banjir Kanal Barat yang melintasi Jalan Sudirman dibuka, sehingga Jalan Thamrin dan Sudirman tergenang air hingga 1 meter. Sebaliknya, wilayah Cawang dan Kampung Melayu sama sekali tidak banjir (kecuali Kampung Pulo yang posisinya sangat rendah). Meski pintu Air Manggarai yang menjurus ke kali Ciliwung (ke Matraman, Istiqlal, dan seterusnya) tidak dibuka, namun ini menunjukkan sedikit perbaikan pada pengaturan pintu air. Padahal kalau dibuka, meski banjir meluas, namun tingginya tentu akan jauh berkurang karena lebih merata.
Penyebab banjir di Cengkareng, terutama pada kilometer 24 dan 25 disebabkan karena aliran air banjir tertahan di tanggul Perumahan Pantai Indah Kapuk. Sementara waduk yang ada tidak cukup luas dan tertutup sehingga tidak mampu menampung air banjir. Padahal jika bisa disalurkan ke drainase Cengkareng, air banjir bisa dialirkan ke laut.
Jika kita amati topografi Jakarta yang secara sederhana digambarkan di sini, umumnya banjir terjadi karena adanya tanggul/bendungan yang menahan aliran air sehingga tidak mengalir ke laut dan menggenang jadi banjir. Di antaranya Pintu Air Manggarai yang menahan air Kali Ciliwung sehingga air menggenangi wilayah Kalibata, Cawang, dan Kampung Melayu. Di utara ada Tanggul Pantai Indah Kapuk yang menahan air banjir dari jalan Tol Cengkareng di kilometer 24 dan 25.
Menggusur perumahan Pantai Indah Kapuk tentu sangat sulit. Namun pemerintah bisa memperbaiki sistem drainase dengan memperdalam waduk yang ada dan mengalirkannya ke kanal yang ada di sekitarnya.
Saat ini pemerintah memperdalam sungai yang ada hanya menggunakan kendaraan darat Excavator. Padahal kendaraan ini selain tidak praktis karena tidak semua pinggiran sungai dapat dilalui juga daya angkutnya kecil.
Sudah saatnya pemerintah membeli kapal keruk ringan untuk memperdalam sungai-sungai yang ada di Jakarta dengan kedalaman minimal 7 meter. Jika sungai cukup dalam dan lebar, maka volume sungai akan berlipat hingga 3 kali lipat sehingga luas/tinggi genang banjir bisa dikurangi.
Foto yang diambil di Matraman disamping Radio SBY menunjukkan Kali Ciliwung yang begitu dangkal airnya sehingga dasar sungai terlihat hingga separuhnya. Dalamnya kurang dari 1 meter dari permukaan tanah sehingga tidak mampu menampung luapan banjir. Pemerintah harus mengeruk dasar kali Ciliwung dari muara hingga ke hulu secara bertahap dengan memakai kapal keruk.
Jika satu Kapal Keruk harganya sekitar Rp 5 milyar dan untuk mengeruk sungai-sungai di Jakarta butuh 5 kapal keruk, maka hanya dibutuhkan biaya sekitar Rp 25 milyar untuk pengadaan Kapal Keruk dan total Rp 50-100 milyar untuk seluruh biaya operasionalnya.
Lebih baik menormalisasi sungai-sungai dan kanal yang ada dengan memelihara agar lebar dan kedalamannya tetap terjaga ketimbang menghamburkan trilyunan rupiah untuk pembangunan Banjir Kanal Timur yang tidak diikuti dengan pemeliharaan sehingga akhirnya menjadi dangkal dan tidak berguna.
Ini jauh lebih murah ketimbang membuat Banjir Kanal Timur yang selain biayanya trilyunan rupiah juga mubazir jika pengaturan pintu airnya seperti sekarang atau kanalnya dangkal lagi jika tidak pernah dikeruk.

Kedepan juga perlu diperhatikan untuk memperluas daerah resapan air. Bukan hanya membuat sumur resapan atau mengganti halaman semen dengan paving block, tapi juga mempertimbangkan penggunaan rumah panggung di wilayah ibu kota. Ketika kecil di Kalimantan Selatan, saya biasa tinggal di rumah panggung. Di bawah rumah ada lumpur. Jika kita lempar pancing ke bawah rumah, kita bisa mendapat ikan. Rumah panggung seperti ini bisa memperluas daerah resapan air. Saya lihat di wilayah Jakarta Selatan ada juga rumah besar yang memakai sistem rumah panggung di mana ikan-ikan bisa hidup di bawahnya.
Ada yang mengusulkan agar Pemda DKI mengambil-alih situ/danau yang tersisa seperti yang ada di daerah Cibubur dan sekitarnya sehingga bisa diperdalam dan diperluas. Danau ini bisa jadi tempat peternakan ikan, pemancingan, wisata perahu dayung dan memancing, serta restoran ikan dengan sistem rumah panggung.
Ada bagusnya jika di beberapa tempat seperti Depok atau daerah langganan banjir yang terparah seperti Kampung Pulo dibuat bendungan yang besar untuk menampung air sekaligus pembangkit tenaga listrik sehingga bukan hanya mencegah banjir, tapi juga memberi energi listrik bertenaga air. Tentu pemerintah harus menyediakan rumah susun (misalnya Rusun Cawang) dan GANTI UNTUNG yang layak bagi penduduk yang digusur.
PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA
Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Hal ini mengakibatkan Jakarta terutama di bantaran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Berdasarkan dokumentasi, Kota Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 1621, 1654, dan 1918. Selanjutnya banjir besar juga terjadi pada tahun 1976, 1996, 2002, dan 2007.
Banjir Jakarta pada tahun 1996 terjadi pada seluruh penjuru kota serta nebjadi tragedi nasional yang menjadi pusat perhatian. Pada tahun 2002 dan 2007, banjir kembali melanda Jakarta dan sekitarnya dengan dampak yang lebih luas dan parah.
Banjir besar Jakarta tahun 1997 rupanya bukan hanya menciptakan tragedi nasional yang tetapi juga menarik perhatian seluruh dunia. Banjir tersebut dilaporkan menggenangi 4 Kelurahan, 745 rumah, serta mengakibatkan 2.640 orang harus mengungsi. Banjir tsb dilaporkan mencapai rata – rata tinggi 80 cm. Pada Tahun 2002 dan 2007 dilaporkan Banjir Jakarta memburuk dengan penambahan luas genangan banjir dan dampak keuangan yang lebih besar. Banjir besar tahun 2002 dilaporkan menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Banjir tsb dilaporkan membunuh 2 orang dan 40.000 orang pengungsi. Sementara banjir pada 2 – 4 Februari 2007 mempengaruhi 60% dari wilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di bawah tanda merah panggung dan menggusur 150.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa dampak banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor internal dan eksternal.
Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang.  Sehingga Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini.
Selain itu secara umum topografi wilayah DKI Jakarta yang relatif datar dan 40% wilayah DKI Jakarta berada di dataran banjir Kali Angke, Pesanggrahan, Ciliwung, Cipinang, Sunter, dll. Sungai – sungai ini relatif juga terletak di atas ketinggian kawasan sekitarnya. Karena fungsi sungai – sungai ini tadinya merupakan saluran irigasi pertanian. Sedangkan kondisi saat ini kebanyakan lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan lain – lain. Akibatnya  air secara otomatis berkumpul di kawasan cekungan di Jakarta Utara.
Berdasarkan data klimatografi di kawasan DKI Jakarta, intensitas hujan tinggi (2.000 – 4.000 mm setiap tahunnya) dengan durasi yang lama.  Hal ini merupakan sifat umum kawasan tropis lembab serta dampak dari pemanasan global. Curah hujan ini selanjutnya akan menciptakan limpasan air yang deras ketika jatuh di atas daerah tangkapan air (catchment) seluas 850 km2 di hulu Jakarta. Daerah tangkapan ini juga mencakup Cianjur, Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Pembangunan besar – besaran di kawasan ini juga menambah debit  limpasan permukaan yang akhirnya juga menambah potensi banjir di kawasan hilir sungai.
Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta.  Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan. Yang yerakhir pengaruh peningkatan pasang air laut dan penurunan tanah di Jakarta Utara juga menyebabkan daerah Jakarta Utara semakin rentan banjir.
Sedangkan penyebab banjir dari sisi faktor manusia antara lain karena tidak terintegrasinya tata kota dan tata air di Jabodetabekjur, perencanaan tata ruang yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (di antaranya kurangnya tempat parkir air dan sumber air bersih) serta lemahnya implementasi tata ruang dan tata air di Jabodetabekjur.
Kompetisi dan eksploitasi pemanfaatan  lahan di kawasan Jabodetabekjur yang sedemikian cepat juga membuat konversi besar-besaran badan air dan daerah rawan banjir (sungai, rawa, situ serta sempadannya) menjadi perumahan, kawasan industri, dll.
Selanjutnya hal ini juga mengakibatkan sedimentasi sungai akibat lumpur, sampah organik dan inorganik yang disebabkan oleh pembukaan lahan tersebut. Ketidakjelasan pembagian peran dan tugas Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur tata air juga menyebabkan memburuknya kondisi banjir yang ada.
Terakhir faktor penyebab manusiawi banjir Jakarta ialah pengambilan air tanah yang berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan tanah semakin ekstrim terutama di Jakarta Utara.

SOLUSI BANJIR DI JAKARTA
Pembuatan kanal banjir timur, bendungan-bendungan dan lain sebagainya memang bagus selain dipercaya sebagai solusi banjir Jakarta, terutama bendungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, namun tentunya dengan bentuk dan tata seni yang indah, sehingga bukan sekedar alat perang antisipasi kepada banjir saja. Karena bentuk bendungan yang pada rencananya hanya sebagai bentuk antisipasi maka bukan tidak mungkin jika itu hanyalah seperti pengobat atau penutup luka saja bagi tubuh, yang bahkan kalau keliru strategi bisa menjadi bom waktu atau ancaman ketika bisa dipolitisir untuk kepentingan tertentu. Juga kondisi tanah yang sulit mencerap air, dan pengerasan tanah pada pemukiman-pemukiman selain hanya beralasan untuk kebersihan, namun adalah juga penyumbang banjir dan ketidakseimbangan ekosistem yang seharusnya menjadi titik berat konservasi lingkungan hidup.
Sebuah buah pikir sederhana untuk solusi banjir Jakarta di sini, adalah mencermati infra struktur yang sudah eksisting dan mencerna sumber serta arah air penyebab banjir yang utama, diselaraskan dengan faktor-faktor penghindar chaos dan kemapanan yang sudah ada, karena akan sulit ketika menata kota Jakarta kembali dari nol, dan bahkan tidak mungkin. Maka solusi banjir Jakarta seharusnya dimulai dari kota diatasnya yaitu kota Bogor. Struktur jalan tol adalah solusi banjir yang belum pernah terpikirkan, bagaimanapun cara terbaik sebagai soulusi mengatasi banjir di Jakarta adalah dengan mem-by pass aliran air dari atas langsung ke laut tanpa harus berdemo dan bermacet ria tanpa polisi lalu lintas di ibukota Jakarta, karena sangat tidak logis jika membuat payung sebesar kota Jakarta, meskipun bisa toh aliran air yang besar dari atas tak sanggup untuk terbendungkan.
Pembuatan talang air diatas jalan tol dan menggunakan jalan tol sebagai alurnya, diletakkan di atas jalan tol, dengan lebar dan ketinggian yang disesuaikan dengan arus air, di kota Bogor jelas talang harus lebih besar, lebar dan tinggi mengingat curah air yang banyak dan letaknya lebih tinggi. Talang air yang berada di atas jalan tol harus dijaga ketat hingga sampai ke laut. Berbagai titik bertemunya arus air harus ditandai dan difasilitasi dengan talang, memang biayanya mahal, namun dengan talang air ini tidak akan mengubah dan mengganggu kepemilikan tanah penduduk atau warga, tidak perlu menambahkan lagi upaya yang tidak perlu seperti bendungan-bendungan besar, dan mengeruk sungai hingga dalam, karena akan sangat lebih berbahaya, terlebih dengan hobi warga membuang sampah sekenanya, sebagaimana para punggawanya yang nyerocos saja tanpa solusi.
Talang air dengan menggunakan wahana jalan tol ataupun talang diatas jalan akan merupakan solusi banjir yang indah, karena tangkapan hujan demi keseimbangan ekosistem di Jakarta masih tidak terganggu, meski tidak menutup kemungkinan apabila ada curah hujan berlebih, maka generator untuk menaikan air ke talang harus menjadi add-on yang patut dipertimbangkan. Sungai atau talang yang berada diatas harus dijaga kebersihannya, dan akan sangat aman karena berada diatas jangkauan untuk membuang sampah, terkecuali memang ada niat jahat untuk melakukannnya.
 http://suryaden.com/content/solusi-banjir-jakarta
DEFINISI-DEFINISI SEDIMENTASI
Endapan sedimen (sedimentary deposit) adalah tubuh material padat yang terakumulasi di permukaan bumi atau di dekat permukaan bumi, pada kondisi tekanan dan temperatur yang rendah. Sedimen umumnya (namun tidak selalu) diendapkan dari fluida dimana material penyusun sedimen itu sebelumnya berada, baik sebagai larutan maupun sebagai suspensi. Definisi ini sebenarnya tidak dapat diterapkan untuk semua jenis batuan sedimen karena ada beberapa jenis endapan yang telah disepakati oleh para ahli sebagai endapan sedimen: (1) diendapkan dari udara sebagai benda padat di bawah temperatur yang relatif tinggi, misalnya material fragmental yang dilepaskan dari gunungapi; (2) diendapkan di bawah tekanan yang relatif tinggi, misalnya endapan lantai laut-dalam.
Petrologi sedimen (sedimentary petrology) adalah cabang petrologi yang membahas batuan sedimen, terutama pemerian-nya. Di Amerika Serikat, istilah sedimentasi (sedimentation) umumnya digunakan untuk menamakan ilmu yang mempelajari proses pengakumulasian sedimen, khususnya endapan yang asalnya merupakan partikel-partikel padat dalam suatu fluida. Pada 1932, Wadell mengusulkan istilah sedimentologi (sedimentology) untuk menamakan ilmu yang mempelajari segala aspek sedimen dan batuan sedimen. Sedimentologi dipandang memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada petrologi sedimen karena petrologi sedimen biasanya terbatas pada studi laboratorium, khususnya studi sayatan tipis, sedangkan sedimentologi meliputi studi lapangan dan laboratorium (Vatan, 1954:3-8). Pemakaian istilah sedimentologi untuk menamakan ilmu yang mempelajari semua aspek sedimen dan batuan sedimen disepakati oleh para ahli sedimentologi Eropa, bahkan akhirnya dikukuhkan sebagai istilah resmi secara internasional bersamaan dengan didirikannya International Association of Sedimentologists pada 1946.
Batas pemisah antara sedimentologi dengan stratigrafi sebenarnya tidak jelas. Stratigrafi secara luas diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang segala aspek strata, termasuk studi tekstur, struktur, dan komposisi. Walau demikian, dalam prakteknya, para ahli stratigrafi lebih banyak menujukan perhatiannya pada masalah penentuan urut-urutan stratigrafi dan penyusunan kolom geologi. Jadi, masalah sentral dalam stratigrafi adalah penentuan urut-urutan batuan dan waktu yang dicerminkan oleh berbagai penampang lokal, pengkorelasian penampang-penampang lokal, dan penyusunan suatu penampang yang dapat digunakan secara sahih sebagai wakil dari tatanan stratigrafi dunia. Walau demikian, pengukuran ketebalan dan pemerian litologi umum (gross lithology) masih dipandang sebagai tugas para ahli stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila banyak pengetahuan tentang ciri khas endapan sedimen—misalnya perlapisan, perlapisan silang-siur, dan ciri-ciri lain yang sering terlihat dalam singkapan—diperoleh dari hasil penelitian stratigrafi.
FAKTOR PENYEBAB SEDIMENTASI
Penutupan mulut muara
Penutupan mulut muara terutama terjadi dimusim kemarau akibat angkutan sedimen/pasir menyusur pantai yang tidak dapat terbilas oleh aliran debit sungai yang kecil. Pada saat debit sungai besar yaitu dimusim penghujan, maka mulut sungai terbuka. Pada muara sungai yang dipergunakan untuk lalu lintas nelayan keluar masuknya perahu ke lokasi pendaratan ikan tidak mengalami kesulitan. Pada saat debit kecil, di mulut muara terbentuk fomasi ambang. Perahu mengalami kesulitan untuk keluar masuk. Pada sungai-sungai yang dipergunakan untuk lalu-lintas nelayan, maka penutupan mulut muara mengganggu lalu-lntas nelayan, sementara pada muara sungai yang berfungsi sebagai alur pembuang dapat menyebabkan banjir.
Pendangkalan                                                              
Pendangkalan muara sungai terjadi dari mulut sampai pengaruh pasang surut/intrusi air asin masih ada, terutama diakibatkan oleh adanya flokulasi/ penggumpalan sedimen pada pertemuan air asin dan air tawar.
Pada Gambar 1 disajikan proses penutupan mulut muara yang menyulitkan lalu lintas perahu nelayan.

Penanganan Bencana Sedimen

Kegiatan Penanganan Bencana Sedimen berlokasi di Maguwoharjo, Yogykarta. Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjalankan amanat UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR khususnya terkait dengan Daya Rusak Air. Kegiatan Penanganan Bencana Sedimen merupakan institusi yang berada pada Kementerian Pekerjaan Umum di bawah Direktorat Sungai Pantai, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Pada awal berdiri difokuskan pada pengendalian Gunung Merapi, selanjutnya berkembang pada teknik SABO pada area vuklkanik, tahap berikutnya mengembangkan Teknik SABO pada Area Non Vulkanik dan saat ini dikarenakan situasi dan kondisi kebencanaan di Indonesia yang semakin komplek mak dikembang teknik, aplikasi dan sistem penanganan Bencana Sedimen.

Ruang Lingkup Penanganan Bencana Sedimen

  • Aspek Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.
  • Aspek Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.
  • Aspek Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air sehingga dapat dilakukan tindakan dalam rangka pengendalian daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.
  • Aspek Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.

Aktivitas yang dilakasanakan pada Kegiatan Penanganan Bencana Sedimen (SABO TECHNICAL CENTRE)

  • Pengendalian daya rusak air
    Merupakan upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air, khususnya yang berkaitan dengan Bencana Sedimen.
  • Pencegahan Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana sedimen maupun kerentanan pihak yang terancam bencana sedimen.
  • Mitigasi Bencana sedimen
    Merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana sedimen, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana sedimen.
  • Peringatan dini terhadap Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin baik berupa sarana teknis maupun non teknis kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana sedimen pada suatu tempat.
  • Kesiapsiagaan Bencana sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana sedimen melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
  • Tanggap darurat Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana sedimen untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
  • Menjalin kerjasama dan koordinasi
    Merupakan suatu kegiatan, tindakan dan upaya dalam rangka memperluas hubungan dengan lembaga-lembaga dan institusi di dalam dan di luar negeri dalam rangka penanganan potensi dan dampak Bencana Sedimen.
  • Pemulihan Daerah Terdampak Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana sedimen dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
  • Rehabilitasi Daerah Terdampak Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana sedimen dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah Pasca Bencana sedimen.
  • Rekonstruksi Daerah Terdampak Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana sedimen, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah Pasca Bencana sedimen .

Penanganan dan Penanggulangan Bencana Sedimen
Merupakan suatu kegiatan yang besifat penyebaran ilmu dalam hal penanganan masalah Bencana Sedimen kepada semua pihak. Problem erosi di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Bagaimana tidak?. Lihat saja kondisi sedimentasi di sungai Citandui yang mencapai 5 juta m2 kubik. Rekor tertinggi dibanding sungai-sungai lainnya namun juga masih dengan kisaran angka yang tinggi. Jadi, jangan berharap untuk melihat kebeningan sungai ataupun pantai, apalagi di kawasan pulau Jawa. 
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencenmaran Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan, Subandono Diposantono, sebagaimana ditulis Media Indonesia. 
Akibat sedimentasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi di pantai-pantai. Sedimentasi bahkan semakin tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan beberapa muara sungai di Sumatra, Kalimantan dan Jawa menjadi dangkal. 
Sungai Citandui, Jawa Barat memecahkan rekor dengan sedimentasi pertahun yang terbawa aliran sungai ini mencapai 5 juta m2 kubik. Sementara, sungai Cikonde mencapai 770 ribu meter kubik yang diendapkan di Segara Anakan. 
Sedimentasi sungai Barito mencapai mencapai 733 ribu m2 kubik yang diendapkan di pelabuhan pelabuhan Banjarmasin, Kalimantan. Sedang sungai Mahakam, Kalimantan sedimentasinya mencapai 2,2 juta m2 kubik. 
Tinnginya sedimentasi ini mengakibatkan upaya pengerukan di pantai-pantai, terutama yang berfungsi untuk pelabuhan jadi membutuhkan dana besar. 
Contohnya, pengerukan di pelabuhan Tanjung Perak , Surabaya sampai sepanjang 25.000 meter, pelabuhan Belawan, Medan mencapai 13.500 meter, Palembang 28.000 meter, Banjarmasin 15.000 meter, Samarinda 20.000 meter, Pontianak 11.250 meter, Jambi 17.000 meter, Sampit 27.000 meter dan pelabuhan Pulai Pisa 19.000 meter. 
Akibat sedimentasi yang tinggi di sungai-sungai di Indonesia ini disamping juga adanya erosi, tak kurang dari 124 pantai di Indonesia akhirnya mengalami kerusakan. 
Pantai di Aceh, contohnya tak kurang dari 34 pantainya mengalami kerusakan. Selain karena sedimentasi, juga karena adanya pemukiman, pariwisata dan pembukaan tambak. Di Jawa Barat, pantai yang mengalami erosi mencapai 28 pantai. Sedang DKI Jakarta, tak kurang 8 pantai yang mengalami erosi. 
Memang, erosi pantai tak semata-mata karena sedimentasi. Namun, sedimentasi sungai mempunyai pengaruh besar terhadap erosi pantai. Keadaan ini sebenarnya amat memprihatinkan. Sayang, pemerintah kita kurang peduli terhadap peristiwa ini. Pemda DKI saja sanggup untuk merenovasi Patung “Selamat datang” di bundaran HI dalam rangka menyambut HUT DKI bulan ini dengan biaya tak kurang dari 14 miliar. Namun, sayang tak ada dana untuk mejernihkan sungai Ciliwung yang coklat kelam ataupun kanal-kanal lainnya di pinggiran Jakarta yang tak lagi cokelat, tapi telah hitam kelam , bahkan. Mungkin bau tak sedap Ciliwung tak sempat terhirup para pejabat, hingga kurang dirasa perlu untuk membuatnya jernih kembali.


 LOKASI RAWAN  BANJIR DI JAKARTA

JAKARTA PUSAT
41.
Pesing
1.
Matraman Dalam
42.
Krendang, Duri Utara
2.
Kalipasir Kwitang
43.
Jelambar
3.
Bunderan HI, Kebon Kacang, Teluk Betung
44.
Tomang Rawa Kepa
4.
Pejompongan/AL
45.
Jati Pulo
5.
Jatipinggir
46.
Pinangsia
6.
Mangga Dua
47.
Mangga Besar
7.
Karang Anyar
48.
Tanjung Duren
8.
Serdang
49.
Grogol
9.
Gunung Sahari
50
Sukabumi Utara
10.
Cempaka Putih
51.
Kelapa Dua

52.
Duri Kepa
JAKARTA UTARA

11.
Kapuk Kamal
JAKARTA SELATAN
12.
Kapuk Kamal Sediatmo
53.
IKPN
13.
Pantai Indah Kapuk
54.
Pondok Pinang
14.
Kapuk Muara, Teluk Gong, Muara Angke
55.
Cireundeu Permai
15.
Pluit
56.
Kebalen, Mampang Prapatan
16.
Pademangan Barat
57.
Tegal Parang
17.
Pademangan Timur
58.
Petogogan
18.
Sunter Agung
59.
Pondok Karya
19.
Sunter Jaya
60.
Damai Jaya
20.
Lagoa Buntu
61.
Pulo Raya
21.
Kebon Bawang
62.
Setiabudi Barat
22.
Warakas
63.
Bukit Duri, Kebayoran Baru, Bidara Cina,
Kampung Melayu
23.
Sungai Bambu
64.
Pengadegan, Kalibata, Rawa Jati, Gang Arus
24.
Papanggo
65.
Cipulir, Ciledug Raya
25.
Yos Sudarso

26.
Sunter Timur, Kodamar
JAKARTA TIMUR
27.
Perum Walikota Jakarta Utara
66.
ASMI, Perintis
28.
Kelapa Gading
67.
Pulo Mas
29.
Rawa Badak, Tugu, Lagoa
68.
Pulo Nangka
30.
Tugu Utara
69.
Rawa Bunga
31.
Semper
70.
Kebon Nanas
32.
Dewa Ruci, Dewa Kembar
71.
Cipinang Jaya
33.
Rorotan/Babek ABRI
72.
Cipinang Indah, Cipinang Muara,
Cipinang Melayu

73.
Malaka Selatan, Pondok Kelapa
JAKARTA BARAT
74.
Buluh Perindu, Tegal Amba
34.
Rawa Buaya
75.
Halim Perdanakusuma
35.
Duri Kosambi
76.
Kramat Jati
36.
Tegal Alur
77.
Kampung Rambutan, Ciracas, Cibubur
37.
Kapuk Kedang/Poglar
78.
Ujung Menteng
38.
Cengkareng

39.
Kembangan Green Garden

40.
Meruya

Banjir Jakarta 2007
Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.
Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.
Banjir 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007. Banjir akibat luapan sungai Citarum yang terjadi awal Februari 2007 telah menggenangi 17.000 hektar sawah di Kabupaten

Penyebab dan Solusi Banjir di Jakarta

Banjir yang melanda Jakarta umumnya disebabkan oleh banjir kiriman dari Bogor atau hujan lokal yang sangat deras dengan waktu lama antara 1-3 hari. Ada pun banjir karena pasang laut boleh dikata agak jarang dan hanya melanda kawasan tertentu di pesisir (Jakarta Utara seperti Rawa Buaya) jika ada tanggul yang jebol. Boleh di kata kawasan banjir Cawang, Kampung Melayu, bahkan jalan tol Cengkareng terlepas dari banjir pasang laut karena posisinya yang lebih tinggi dari permukaan laut.
Banjir karena pasang laut hanya bisa dihindari dengan pengadaan tanggul yang kuat dan menyeluruh tanpa celah sedikit pun bagi air laut masuk ke darat. Meliputi pesisir pantai dan juga pinggiran sungai yang posisinya masih di bawah permukaan laut.
Ada pun banjir karena hujan, jika aliran sungai mengalir lancar dan drainase (kanal buatan) mengalir dengan baik hingga ke laut bisa dicegah. Tapi ini artinya air tawar yang berharga sia-sia terbuang ke laut. Akan lebih baik lagi pemerintah memperdalam sungai, membuat bendungan atau mengambil alih situ/danau yang ada untuk menampung kelebihan air hujan tersebut.
Banjir pada tanggal 1 Februari 2008 yang menggenangi jalan Jenderal Thamrin hingga 1 meter sebenarnya menunjukkan adanya perbaikan kelancaran aliran air dibanding banjir pada bulan Februari 2007 yang menenggelamkan daerah Cawang dan Kampung Melayu antara 3-4 meter. Kenapa? Karena Cawang dan Kampung Melayu posisinya berada di hulu atau lebih tinggi ketimbang jalan Thamrin.
Pada Februari 2007, wilayah hulu ini tenggelam sementara jalan Thamrin kering karena pintu air Manggarai baik yang menuju Banjir Kanal Barat mau pun ke masjid Istiqlal ditutup. Baru setelah Sutiyoso dan Jubir Presiden ribut masalah pembukaan pintu Air Manggarai dan pintunya dibuka, maka banjir di Cawang dan Kampung Melayu surut, sementara Monas dan Istana Negara tenggelam hingga 1 meter. Dua foto yang saya muat di mana Kali Ciliwung di Jatinegara yang merupakan hulu airnya begitu dalam sementara Kali Ciliwung di Matraman yang merupakan hilir justru lebih dangkal hingga dasarnya kelihatan menunjukkan tidak lancarnya pengaturan air di Pintu Air Manggarai.
Pada banjir 2008 ini pintu Air Manggarai yang menuju Banjir Kanal Barat yang melintasi Jalan Sudirman dibuka, sehingga Jalan Thamrin dan Sudirman tergenang air hingga 1 meter. Sebaliknya, wilayah Cawang dan Kampung Melayu sama sekali tidak banjir (kecuali Kampung Pulo yang posisinya sangat rendah). Meski pintu Air Manggarai yang menjurus ke kali Ciliwung (ke Matraman, Istiqlal, dan seterusnya) tidak dibuka, namun ini menunjukkan sedikit perbaikan pada pengaturan pintu air. Padahal kalau dibuka, meski banjir meluas, namun tingginya tentu akan jauh berkurang karena lebih merata.
Penyebab banjir di Cengkareng, terutama pada kilometer 24 dan 25 disebabkan karena aliran air banjir tertahan di tanggul Perumahan Pantai Indah Kapuk. Sementara waduk yang ada tidak cukup luas dan tertutup sehingga tidak mampu menampung air banjir. Padahal jika bisa disalurkan ke drainase Cengkareng, air banjir bisa dialirkan ke laut.
Jika kita amati topografi Jakarta yang secara sederhana digambarkan di sini, umumnya banjir terjadi karena adanya tanggul/bendungan yang menahan aliran air sehingga tidak mengalir ke laut dan menggenang jadi banjir. Di antaranya Pintu Air Manggarai yang menahan air Kali Ciliwung sehingga air menggenangi wilayah Kalibata, Cawang, dan Kampung Melayu. Di utara ada Tanggul Pantai Indah Kapuk yang menahan air banjir dari jalan Tol Cengkareng di kilometer 24 dan 25.
Menggusur perumahan Pantai Indah Kapuk tentu sangat sulit. Namun pemerintah bisa memperbaiki sistem drainase dengan memperdalam waduk yang ada dan mengalirkannya ke kanal yang ada di sekitarnya.
Saat ini pemerintah memperdalam sungai yang ada hanya menggunakan kendaraan darat Excavator. Padahal kendaraan ini selain tidak praktis karena tidak semua pinggiran sungai dapat dilalui juga daya angkutnya kecil.
Sudah saatnya pemerintah membeli kapal keruk ringan untuk memperdalam sungai-sungai yang ada di Jakarta dengan kedalaman minimal 7 meter. Jika sungai cukup dalam dan lebar, maka volume sungai akan berlipat hingga 3 kali lipat sehingga luas/tinggi genang banjir bisa dikurangi.
Foto yang diambil di Matraman disamping Radio SBY menunjukkan Kali Ciliwung yang begitu dangkal airnya sehingga dasar sungai terlihat hingga separuhnya. Dalamnya kurang dari 1 meter dari permukaan tanah sehingga tidak mampu menampung luapan banjir. Pemerintah harus mengeruk dasar kali Ciliwung dari muara hingga ke hulu secara bertahap dengan memakai kapal keruk.
Jika satu Kapal Keruk harganya sekitar Rp 5 milyar dan untuk mengeruk sungai-sungai di Jakarta butuh 5 kapal keruk, maka hanya dibutuhkan biaya sekitar Rp 25 milyar untuk pengadaan Kapal Keruk dan total Rp 50-100 milyar untuk seluruh biaya operasionalnya.
Lebih baik menormalisasi sungai-sungai dan kanal yang ada dengan memelihara agar lebar dan kedalamannya tetap terjaga ketimbang menghamburkan trilyunan rupiah untuk pembangunan Banjir Kanal Timur yang tidak diikuti dengan pemeliharaan sehingga akhirnya menjadi dangkal dan tidak berguna.
Ini jauh lebih murah ketimbang membuat Banjir Kanal Timur yang selain biayanya trilyunan rupiah juga mubazir jika pengaturan pintu airnya seperti sekarang atau kanalnya dangkal lagi jika tidak pernah dikeruk.

Kedepan juga perlu diperhatikan untuk memperluas daerah resapan air. Bukan hanya membuat sumur resapan atau mengganti halaman semen dengan paving block, tapi juga mempertimbangkan penggunaan rumah panggung di wilayah ibu kota. Ketika kecil di Kalimantan Selatan, saya biasa tinggal di rumah panggung. Di bawah rumah ada lumpur. Jika kita lempar pancing ke bawah rumah, kita bisa mendapat ikan. Rumah panggung seperti ini bisa memperluas daerah resapan air. Saya lihat di wilayah Jakarta Selatan ada juga rumah besar yang memakai sistem rumah panggung di mana ikan-ikan bisa hidup di bawahnya.
Ada yang mengusulkan agar Pemda DKI mengambil-alih situ/danau yang tersisa seperti yang ada di daerah Cibubur dan sekitarnya sehingga bisa diperdalam dan diperluas. Danau ini bisa jadi tempat peternakan ikan, pemancingan, wisata perahu dayung dan memancing, serta restoran ikan dengan sistem rumah panggung.
Ada bagusnya jika di beberapa tempat seperti Depok atau daerah langganan banjir yang terparah seperti Kampung Pulo dibuat bendungan yang besar untuk menampung air sekaligus pembangkit tenaga listrik sehingga bukan hanya mencegah banjir, tapi juga memberi energi listrik bertenaga air. Tentu pemerintah harus menyediakan rumah susun (misalnya Rusun Cawang) dan GANTI UNTUNG yang layak bagi penduduk yang digusur.
PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA
Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Hal ini mengakibatkan Jakarta terutama di bantaran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Berdasarkan dokumentasi, Kota Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 1621, 1654, dan 1918. Selanjutnya banjir besar juga terjadi pada tahun 1976, 1996, 2002, dan 2007.
Banjir Jakarta pada tahun 1996 terjadi pada seluruh penjuru kota serta nebjadi tragedi nasional yang menjadi pusat perhatian. Pada tahun 2002 dan 2007, banjir kembali melanda Jakarta dan sekitarnya dengan dampak yang lebih luas dan parah.
Banjir besar Jakarta tahun 1997 rupanya bukan hanya menciptakan tragedi nasional yang tetapi juga menarik perhatian seluruh dunia. Banjir tersebut dilaporkan menggenangi 4 Kelurahan, 745 rumah, serta mengakibatkan 2.640 orang harus mengungsi. Banjir tsb dilaporkan mencapai rata – rata tinggi 80 cm. Pada Tahun 2002 dan 2007 dilaporkan Banjir Jakarta memburuk dengan penambahan luas genangan banjir dan dampak keuangan yang lebih besar. Banjir besar tahun 2002 dilaporkan menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Banjir tsb dilaporkan membunuh 2 orang dan 40.000 orang pengungsi. Sementara banjir pada 2 – 4 Februari 2007 mempengaruhi 60% dari wilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di bawah tanda merah panggung dan menggusur 150.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa dampak banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor internal dan eksternal.
Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang.  Sehingga Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini.
Selain itu secara umum topografi wilayah DKI Jakarta yang relatif datar dan 40% wilayah DKI Jakarta berada di dataran banjir Kali Angke, Pesanggrahan, Ciliwung, Cipinang, Sunter, dll. Sungai – sungai ini relatif juga terletak di atas ketinggian kawasan sekitarnya. Karena fungsi sungai – sungai ini tadinya merupakan saluran irigasi pertanian. Sedangkan kondisi saat ini kebanyakan lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan lain – lain. Akibatnya  air secara otomatis berkumpul di kawasan cekungan di Jakarta Utara.
Berdasarkan data klimatografi di kawasan DKI Jakarta, intensitas hujan tinggi (2.000 – 4.000 mm setiap tahunnya) dengan durasi yang lama.  Hal ini merupakan sifat umum kawasan tropis lembab serta dampak dari pemanasan global. Curah hujan ini selanjutnya akan menciptakan limpasan air yang deras ketika jatuh di atas daerah tangkapan air (catchment) seluas 850 km2 di hulu Jakarta. Daerah tangkapan ini juga mencakup Cianjur, Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Pembangunan besar – besaran di kawasan ini juga menambah debit  limpasan permukaan yang akhirnya juga menambah potensi banjir di kawasan hilir sungai.
Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta.  Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan. Yang yerakhir pengaruh peningkatan pasang air laut dan penurunan tanah di Jakarta Utara juga menyebabkan daerah Jakarta Utara semakin rentan banjir.
Sedangkan penyebab banjir dari sisi faktor manusia antara lain karena tidak terintegrasinya tata kota dan tata air di Jabodetabekjur, perencanaan tata ruang yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (di antaranya kurangnya tempat parkir air dan sumber air bersih) serta lemahnya implementasi tata ruang dan tata air di Jabodetabekjur.
Kompetisi dan eksploitasi pemanfaatan  lahan di kawasan Jabodetabekjur yang sedemikian cepat juga membuat konversi besar-besaran badan air dan daerah rawan banjir (sungai, rawa, situ serta sempadannya) menjadi perumahan, kawasan industri, dll.
Selanjutnya hal ini juga mengakibatkan sedimentasi sungai akibat lumpur, sampah organik dan inorganik yang disebabkan oleh pembukaan lahan tersebut. Ketidakjelasan pembagian peran dan tugas Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur tata air juga menyebabkan memburuknya kondisi banjir yang ada.
Terakhir faktor penyebab manusiawi banjir Jakarta ialah pengambilan air tanah yang berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan tanah semakin ekstrim terutama di Jakarta Utara.

SOLUSI BANJIR DI JAKARTA
Pembuatan kanal banjir timur, bendungan-bendungan dan lain sebagainya memang bagus selain dipercaya sebagai solusi banjir Jakarta, terutama bendungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, namun tentunya dengan bentuk dan tata seni yang indah, sehingga bukan sekedar alat perang antisipasi kepada banjir saja. Karena bentuk bendungan yang pada rencananya hanya sebagai bentuk antisipasi maka bukan tidak mungkin jika itu hanyalah seperti pengobat atau penutup luka saja bagi tubuh, yang bahkan kalau keliru strategi bisa menjadi bom waktu atau ancaman ketika bisa dipolitisir untuk kepentingan tertentu. Juga kondisi tanah yang sulit mencerap air, dan pengerasan tanah pada pemukiman-pemukiman selain hanya beralasan untuk kebersihan, namun adalah juga penyumbang banjir dan ketidakseimbangan ekosistem yang seharusnya menjadi titik berat konservasi lingkungan hidup.
Sebuah buah pikir sederhana untuk solusi banjir Jakarta di sini, adalah mencermati infra struktur yang sudah eksisting dan mencerna sumber serta arah air penyebab banjir yang utama, diselaraskan dengan faktor-faktor penghindar chaos dan kemapanan yang sudah ada, karena akan sulit ketika menata kota Jakarta kembali dari nol, dan bahkan tidak mungkin. Maka solusi banjir Jakarta seharusnya dimulai dari kota diatasnya yaitu kota Bogor. Struktur jalan tol adalah solusi banjir yang belum pernah terpikirkan, bagaimanapun cara terbaik sebagai soulusi mengatasi banjir di Jakarta adalah dengan mem-by pass aliran air dari atas langsung ke laut tanpa harus berdemo dan bermacet ria tanpa polisi lalu lintas di ibukota Jakarta, karena sangat tidak logis jika membuat payung sebesar kota Jakarta, meskipun bisa toh aliran air yang besar dari atas tak sanggup untuk terbendungkan.
Pembuatan talang air diatas jalan tol dan menggunakan jalan tol sebagai alurnya, diletakkan di atas jalan tol, dengan lebar dan ketinggian yang disesuaikan dengan arus air, di kota Bogor jelas talang harus lebih besar, lebar dan tinggi mengingat curah air yang banyak dan letaknya lebih tinggi. Talang air yang berada di atas jalan tol harus dijaga ketat hingga sampai ke laut. Berbagai titik bertemunya arus air harus ditandai dan difasilitasi dengan talang, memang biayanya mahal, namun dengan talang air ini tidak akan mengubah dan mengganggu kepemilikan tanah penduduk atau warga, tidak perlu menambahkan lagi upaya yang tidak perlu seperti bendungan-bendungan besar, dan mengeruk sungai hingga dalam, karena akan sangat lebih berbahaya, terlebih dengan hobi warga membuang sampah sekenanya, sebagaimana para punggawanya yang nyerocos saja tanpa solusi.
Talang air dengan menggunakan wahana jalan tol ataupun talang diatas jalan akan merupakan solusi banjir yang indah, karena tangkapan hujan demi keseimbangan ekosistem di Jakarta masih tidak terganggu, meski tidak menutup kemungkinan apabila ada curah hujan berlebih, maka generator untuk menaikan air ke talang harus menjadi add-on yang patut dipertimbangkan. Sungai atau talang yang berada diatas harus dijaga kebersihannya, dan akan sangat aman karena berada diatas jangkauan untuk membuang sampah, terkecuali memang ada niat jahat untuk melakukannnya.
 http://suryaden.com/content/solusi-banjir-jakarta
DEFINISI-DEFINISI SEDIMENTASI
Endapan sedimen (sedimentary deposit) adalah tubuh material padat yang terakumulasi di permukaan bumi atau di dekat permukaan bumi, pada kondisi tekanan dan temperatur yang rendah. Sedimen umumnya (namun tidak selalu) diendapkan dari fluida dimana material penyusun sedimen itu sebelumnya berada, baik sebagai larutan maupun sebagai suspensi. Definisi ini sebenarnya tidak dapat diterapkan untuk semua jenis batuan sedimen karena ada beberapa jenis endapan yang telah disepakati oleh para ahli sebagai endapan sedimen: (1) diendapkan dari udara sebagai benda padat di bawah temperatur yang relatif tinggi, misalnya material fragmental yang dilepaskan dari gunungapi; (2) diendapkan di bawah tekanan yang relatif tinggi, misalnya endapan lantai laut-dalam.
Petrologi sedimen (sedimentary petrology) adalah cabang petrologi yang membahas batuan sedimen, terutama pemerian-nya. Di Amerika Serikat, istilah sedimentasi (sedimentation) umumnya digunakan untuk menamakan ilmu yang mempelajari proses pengakumulasian sedimen, khususnya endapan yang asalnya merupakan partikel-partikel padat dalam suatu fluida. Pada 1932, Wadell mengusulkan istilah sedimentologi (sedimentology) untuk menamakan ilmu yang mempelajari segala aspek sedimen dan batuan sedimen. Sedimentologi dipandang memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada petrologi sedimen karena petrologi sedimen biasanya terbatas pada studi laboratorium, khususnya studi sayatan tipis, sedangkan sedimentologi meliputi studi lapangan dan laboratorium (Vatan, 1954:3-8). Pemakaian istilah sedimentologi untuk menamakan ilmu yang mempelajari semua aspek sedimen dan batuan sedimen disepakati oleh para ahli sedimentologi Eropa, bahkan akhirnya dikukuhkan sebagai istilah resmi secara internasional bersamaan dengan didirikannya International Association of Sedimentologists pada 1946.
Batas pemisah antara sedimentologi dengan stratigrafi sebenarnya tidak jelas. Stratigrafi secara luas diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang segala aspek strata, termasuk studi tekstur, struktur, dan komposisi. Walau demikian, dalam prakteknya, para ahli stratigrafi lebih banyak menujukan perhatiannya pada masalah penentuan urut-urutan stratigrafi dan penyusunan kolom geologi. Jadi, masalah sentral dalam stratigrafi adalah penentuan urut-urutan batuan dan waktu yang dicerminkan oleh berbagai penampang lokal, pengkorelasian penampang-penampang lokal, dan penyusunan suatu penampang yang dapat digunakan secara sahih sebagai wakil dari tatanan stratigrafi dunia. Walau demikian, pengukuran ketebalan dan pemerian litologi umum (gross lithology) masih dipandang sebagai tugas para ahli stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila banyak pengetahuan tentang ciri khas endapan sedimen—misalnya perlapisan, perlapisan silang-siur, dan ciri-ciri lain yang sering terlihat dalam singkapan—diperoleh dari hasil penelitian stratigrafi.
FAKTOR PENYEBAB SEDIMENTASI
Penutupan mulut muara
Penutupan mulut muara terutama terjadi dimusim kemarau akibat angkutan sedimen/pasir menyusur pantai yang tidak dapat terbilas oleh aliran debit sungai yang kecil. Pada saat debit sungai besar yaitu dimusim penghujan, maka mulut sungai terbuka. Pada muara sungai yang dipergunakan untuk lalu lintas nelayan keluar masuknya perahu ke lokasi pendaratan ikan tidak mengalami kesulitan. Pada saat debit kecil, di mulut muara terbentuk fomasi ambang. Perahu mengalami kesulitan untuk keluar masuk. Pada sungai-sungai yang dipergunakan untuk lalu-lintas nelayan, maka penutupan mulut muara mengganggu lalu-lntas nelayan, sementara pada muara sungai yang berfungsi sebagai alur pembuang dapat menyebabkan banjir.
Pendangkalan                                                              
Pendangkalan muara sungai terjadi dari mulut sampai pengaruh pasang surut/intrusi air asin masih ada, terutama diakibatkan oleh adanya flokulasi/ penggumpalan sedimen pada pertemuan air asin dan air tawar.
Pada Gambar 1 disajikan proses penutupan mulut muara yang menyulitkan lalu lintas perahu nelayan.

Penanganan Bencana Sedimen

Kegiatan Penanganan Bencana Sedimen berlokasi di Maguwoharjo, Yogykarta. Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjalankan amanat UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR khususnya terkait dengan Daya Rusak Air. Kegiatan Penanganan Bencana Sedimen merupakan institusi yang berada pada Kementerian Pekerjaan Umum di bawah Direktorat Sungai Pantai, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Pada awal berdiri difokuskan pada pengendalian Gunung Merapi, selanjutnya berkembang pada teknik SABO pada area vuklkanik, tahap berikutnya mengembangkan Teknik SABO pada Area Non Vulkanik dan saat ini dikarenakan situasi dan kondisi kebencanaan di Indonesia yang semakin komplek mak dikembang teknik, aplikasi dan sistem penanganan Bencana Sedimen.

Ruang Lingkup Penanganan Bencana Sedimen

  • Aspek Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.
  • Aspek Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.
  • Aspek Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air sehingga dapat dilakukan tindakan dalam rangka pengendalian daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.
  • Aspek Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air yang mengakibatkan timbulnya Bencana Sedimen.

Aktivitas yang dilakasanakan pada Kegiatan Penanganan Bencana Sedimen (SABO TECHNICAL CENTRE)

  • Pengendalian daya rusak air
    Merupakan upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air, khususnya yang berkaitan dengan Bencana Sedimen.
  • Pencegahan Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana sedimen maupun kerentanan pihak yang terancam bencana sedimen.
  • Mitigasi Bencana sedimen
    Merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana sedimen, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana sedimen.
  • Peringatan dini terhadap Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin baik berupa sarana teknis maupun non teknis kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana sedimen pada suatu tempat.
  • Kesiapsiagaan Bencana sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana sedimen melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
  • Tanggap darurat Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana sedimen untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
  • Menjalin kerjasama dan koordinasi
    Merupakan suatu kegiatan, tindakan dan upaya dalam rangka memperluas hubungan dengan lembaga-lembaga dan institusi di dalam dan di luar negeri dalam rangka penanganan potensi dan dampak Bencana Sedimen.
  • Pemulihan Daerah Terdampak Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana sedimen dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
  • Rehabilitasi Daerah Terdampak Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana sedimen dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah Pasca Bencana sedimen.
  • Rekonstruksi Daerah Terdampak Bencana Sedimen
    Merupakan serangkaian kegiatan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana sedimen, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah Pasca Bencana sedimen .

Penanganan dan Penanggulangan Bencana Sedimen
Merupakan suatu kegiatan yang besifat penyebaran ilmu dalam hal penanganan masalah Bencana Sedimen kepada semua pihak. Problem erosi di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Bagaimana tidak?. Lihat saja kondisi sedimentasi di sungai Citandui yang mencapai 5 juta m2 kubik. Rekor tertinggi dibanding sungai-sungai lainnya namun juga masih dengan kisaran angka yang tinggi. Jadi, jangan berharap untuk melihat kebeningan sungai ataupun pantai, apalagi di kawasan pulau Jawa. 
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Sub Direktorat Pengendalian Pencenmaran Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan, Subandono Diposantono, sebagaimana ditulis Media Indonesia. 
Akibat sedimentasi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi di pantai-pantai. Sedimentasi bahkan semakin tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan beberapa muara sungai di Sumatra, Kalimantan dan Jawa menjadi dangkal. 
Sungai Citandui, Jawa Barat memecahkan rekor dengan sedimentasi pertahun yang terbawa aliran sungai ini mencapai 5 juta m2 kubik. Sementara, sungai Cikonde mencapai 770 ribu meter kubik yang diendapkan di Segara Anakan. 
Sedimentasi sungai Barito mencapai mencapai 733 ribu m2 kubik yang diendapkan di pelabuhan pelabuhan Banjarmasin, Kalimantan. Sedang sungai Mahakam, Kalimantan sedimentasinya mencapai 2,2 juta m2 kubik. 
Tinnginya sedimentasi ini mengakibatkan upaya pengerukan di pantai-pantai, terutama yang berfungsi untuk pelabuhan jadi membutuhkan dana besar. 
Contohnya, pengerukan di pelabuhan Tanjung Perak , Surabaya sampai sepanjang 25.000 meter, pelabuhan Belawan, Medan mencapai 13.500 meter, Palembang 28.000 meter, Banjarmasin 15.000 meter, Samarinda 20.000 meter, Pontianak 11.250 meter, Jambi 17.000 meter, Sampit 27.000 meter dan pelabuhan Pulai Pisa 19.000 meter. 
Akibat sedimentasi yang tinggi di sungai-sungai di Indonesia ini disamping juga adanya erosi, tak kurang dari 124 pantai di Indonesia akhirnya mengalami kerusakan. 
Pantai di Aceh, contohnya tak kurang dari 34 pantainya mengalami kerusakan. Selain karena sedimentasi, juga karena adanya pemukiman, pariwisata dan pembukaan tambak. Di Jawa Barat, pantai yang mengalami erosi mencapai 28 pantai. Sedang DKI Jakarta, tak kurang 8 pantai yang mengalami erosi. 
Memang, erosi pantai tak semata-mata karena sedimentasi. Namun, sedimentasi sungai mempunyai pengaruh besar terhadap erosi pantai. Keadaan ini sebenarnya amat memprihatinkan. Sayang, pemerintah kita kurang peduli terhadap peristiwa ini. Pemda DKI saja sanggup untuk merenovasi Patung “Selamat datang” di bundaran HI dalam rangka menyambut HUT DKI bulan ini dengan biaya tak kurang dari 14 miliar. Namun, sayang tak ada dana untuk mejernihkan sungai Ciliwung yang coklat kelam ataupun kanal-kanal lainnya di pinggiran Jakarta yang tak lagi cokelat, tapi telah hitam kelam , bahkan. Mungkin bau tak sedap Ciliwung tak sempat terhirup para pejabat, hingga kurang dirasa perlu untuk membuatnya jernih kembali.

















Tidak ada komentar: