KEMISKINAN
:
Kemiskinan
sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun
1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa
itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang
sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya
belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan
terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi
dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
- Definisi
Dalam
kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada
tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai
orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa
kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik
di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan)
antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif
dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian
yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal,
pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan
timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik
sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah
bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau
kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan
oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan
tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi
lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun
1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi
juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di
penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa
kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk
menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan
sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun
1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa
itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang
sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya
belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan
terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran.
Amerika
Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada
masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika
Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar
penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi
bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat
sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan
dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif
dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila
hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan,
pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di
atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
- Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk
menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail
indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun
indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat
Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak
adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak
adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga).
4. Kerentanan
terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya
kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya
apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak
adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan
untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan
dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan
rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
- Penyebab
Kemiskinan
Di
bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang
antara lain adalah:
a. Merosotnya
standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang
penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita
bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau
produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik.
Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan
per-kapita akan turun beriringan.
Berikut
beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan
per-kapita:
a) Naiknya
standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik
ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor
luar neger, diantaranya:
- Rusaknya
syarat-syarat perdagangan
- Beban
hutang
- Kurangnya
bantuan luar negeri, dan
- Perang
b. Menurunnya
etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat
jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh
karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus
didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan
yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Biaya
kehidupan yang tinggi.
Melonjak
tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak
adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah
konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena
kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan
banyaknya pengangguran.
d. Pembagian
subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal
ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan
untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan
warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
- Perkembangan Tingkat Kemiskinan di
Indonesia
Bagaimana
perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human
Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the
global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi
salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan
rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human
Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah
kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke
tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari
34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah
ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97
(23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika
periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10
juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %.
Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%)
menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta
(1,78%).
Adapun
laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah
masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100
kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp
152.847 per-kapita per bulan.
- Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai
tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan
penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika
No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan
ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan.
b.
Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua
komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk
daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber
utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi
tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang
dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi
pokok bukan makanan.
1.
Tantangan
Kemiskinan di Indonesia
Masalah
kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat
Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat
Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang
ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada
tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari
Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih
lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di
Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan
lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di
pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National
Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia
termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian.
Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh
kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan
wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih
rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan
angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan
selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat
signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan.
Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif
singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala
nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan
tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan
sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang
kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
1.
Kebijakan dan Program Penuntasan
Kemiskinan
Upaya
penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan
nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai
wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan
pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah
disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders
pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota
telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama
penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam
mengatasi kemiskinan.
Adapun
langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi
kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air
bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii)
pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii)
redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah
dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan
kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk
modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan
revitalisasi industri.
c) Khusus
untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara
lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk
tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan
gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di
bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh
dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan
diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25
Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan
kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang
yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli
berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku,
ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh
karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan
dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli
melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di
Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir
yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur
dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.